Sabtu, 08 Juni 2013

Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap Perekonomian Indonesia

Seperti yang telah kita ketahui, adanya pemberitaan mengenai harga BBM yang akan dinaikkan oleh pemerintah. Saya kurang setuju jika alasan yang digunakan untuk menaikkan harga BBM dalam rangka menyelamatkan APBN. Menurut saya, yang harusnya diselamatkan adalah rakyat. saya melihat pemerintah melihat posisi dirinya sebagai pemilik APBN. Seharusnya, pemerintah melihat dirinya sebagai pengelola rekening rakyat yang berbentuk APBN. Dari titik tolak ini, maka proses berikutnya akan menghasilkan progres yang berbeda karena berangkatnya dari cara berpikir yang berbeda. Pemerintah dan rakyat adalah 2 entitas berbeda dan memiliki kepentingan yang tentu berbeda pula.
Seperti yang banyak diberitakan di media, penyerapan anggaran setiap tahunnya tidak selalu mulus. Indonesia saat ini hanya bisa memproduksi dari ladang minyak yang ada sebanyak 800-900 ribu barel per hari (bph). Padahal, kebutuhan DN sekitar 1,3 juta bph. Dulu, zaman Pak Harto, produksi minyak Indonesia dapat mencapai 1,6 juta bph. Dengan demikian, dapat diterjemahkan dari fakta tersebut bahwa penyebab mahalnya BBM lebih disebabkan oleh selisih kekurangan pasokan DN yang kemudian dipenuhi dari impor. Saya meyakini, impor itulah yang mmebuat BBM mahal sehingga harus disubsidi. Ini tentu ulah eksportirDN / importir LN yang nakal yang dipelihara oleh oknum tertentu untuk mencari keuntungan. Jadi, yang seharusnya dipermasalahkan pemerintah bukanlah tentang subsidi tersebut, melainkan si eksportir DN / importir LN yang nakal beserta oknum elite tersebut. Mereka yang menanam.
Jika disimak, tidak semua ladang minyak dioptimalkan oleh pemerintah. Beban berat anggaran negara nyatanya juga lebih disebabkan oleh sangat besarnya subsidi terselubung yang diberikan pemerintah terhadap berbagai sektor padat modal dan besarnya beban angsuran pokok dan bunga utang setiap tahun. pemerintah menaikkan harga BBM demi menghemat pengeluaran sebesar 38-55 triliun. Tetapi, sebagai kompensasi, pemerintah memberikan 4 jenis kompensasi. Untuk jenis bantuan langsung tunai (BLT) saja, nilainya sudah mencapai sekitar Rp 25 triliun. Dari hitung-hitungan sederhana, penghematan riil yang dilakukan pemerintah sesungguhnya ‘hanya’ sebesar Rp 13-30 triliun. Angka ini saya yakini tidak sebanding dengan dampak ikutan yang terjadi di masyarakat. Bagi kelompok miskin, mereka sudah sulit untuk menghemat lagi karena tingkat konsumsinya sudah berada di titik terbawah. Dan dana BLT yang terserap dapat dipastikan akan lebih banyak menguap dalam perut. Uang di tangan hanya dapat bertahan dalam hitungan hari. Padahal, dana senilai tersebut jika digunakan untuk pembangunan fasilitas publik ataupun lapangan kerja yang menggerakkan sektor riil yang produktif, maka akan dapat memberi manfaat dalam jangka menengah dan panjang. Jadi, salah kelola APBN oleh pemerintah jangan disandarkan pada masyarakat miskin. Dampak ini saja belum memperhitungkan jumlah keluarga menengah yang berpotensi jatuh pada kategori miskin.
Dalam menanggapi kenaikan harga BBM atau yang biasa disebut bensin, pemerintah telah melakukan hal yang dapat dibilang masih masuk akal. Karena ketersediaan BBM memang sudah langka, dan wajar saja jika diadakannya kenaikan BBM. Namun BBM itu saling berhubungan dengan beberapa hal penting di masyarakat, seperti halnya mengenai masalah harga sembako. Ada sebagian orang bilang “BBM NAIK, SEMBAKO NAIK”, inilah yang membuat banyaknya protes keras tentang wacana kenaikan harga BBM dari seluruh lapisan masyarakat. Sebaiknya pemerintah dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap rakyatnya. Saran saya, kenaikan BBM dipastikan akan berdampak negatif pada masyarakat, karena seperti saya sudah ungkapkan diatas BBM memiliki status yang kompleks. Untuk menanggapinya mungkin ada baiknya ketika kita berpergian menggunakan angkutan umum dan bila ingin menggunakan kendaraan pribadi, lebih baik menggunakan kendaraan yang tidak memakai BBM seperti sepeda roda dua, becak, andong dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar