Senin, 01 Juli 2013

Kasus Bank Century Sulit Di Bongkar

Banyak orang-orang yang bertanya mengapa kasus Bank Century hingga sekarang belum menemukan titik terang atas kejadian tersebut. Sebelum membahas jawaban atas pernyataan mengenai kasus Bank Century. Mari kita amati dahulu awal mula terjadinya permasalahan ini.

Awal mula terjadinya kasus Bank Century adalah mengalami kalah kliring pada tanggal 18 November 2008. Kalah kliring adalah suatu terminologi yang dipahami oleh semua masyarakat untuk menggambarkan adanya defisit suatu bank. Sementara kliring itu sendiri adalah pertukaran data keuangan elektronik antar peserta kliring baik atas nama peserta atau klien yang mereka peroleh pada waktu tertentu.
Pada tahun 2005, Bank Indonesia menunjuk Bank abad dan melaporkan Bank Century kepada Bapepam-LK. Tetapi itu tidak pernah ditindak lanjuti oleh Bapepam-LK, dan Bank Century pun masih terus melakukan penjualan reksa dana fiktif. Kemudian pada tahun 2006, Bank Indonesia melaporkan lagi Bank Century kepada Bapepam -LK tentang catatan transaksi penjualan reksa dana dan arus kas di Bank Century.
Setelah 13 November 2008, pelanggan Bank Century tidak dapat mengambil atau melakukan transaksi dalam bentuk devisa, tidak dapat melakukan kliring, bahkan untuk mentransfer pun tidak mampu. Bank hanya dapat melakukan transfer uang ke tabungan. Jadi uang tidak bisa keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua pelanggan Bank Century. Nasabah merasa dikhianati dan dirugikan karena mereka banyak menyimpan uang di Bank tersebut. Pelanggan mengasumsikan bahwa Bank Century memperjualbelikan produk investasi ilegal. Alasannya adalah investasi yang dipasarkan oleh Bank Century tidak terdapat di Bapepam-LK. Dan manajemen Bank Century pun mengetahui bahwa produk investasi yang mereka jual adalah ilegal. Hal tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank Century, dan uang para nasabah pun tidak dapat dicairkan. Kasus Bank Century memiliki dampak yang sangat besar terhadap bank-bank lainnya dan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional. Kasus yang dialami Bank Century tidak hanya berdampak pada perbankan Indonesia, tetapi juga berdampak pada perbankan dunia.
Pemberian bail out atau dana penyertaan oleh pemerintah kepada Bank Century yang membengkak hingga Rp 6,7 triliun dari semula hanya Rp 1,3 triliun terus menjadi bahan pembicaraan dan perdebatan. Bukan hanya di media massa, di kalangan para ahli dan birokrasi pemerintahan, tapi juga di parlemen. Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan (Komisi XI) DPR RI terus mempersoalkannya. Kemungkinan lain adanya penyelewengan dana begitu besar mengalir ke kas orang-orang tertentu yang dapat merugikan Negara ini, banyak pihak yang meragukan kebenaran aliran dana untuk Bank Century karena adanya benturan politis belaka. Dampak lainnya dari kasus Bank Century ini bisa timbul akibat ketidakseimbangan stabilitas politik yang akan berdampak pada perekonomian, bila stabilitas politik tidak stabil dan begitu pula stabilitas hukum di Indonesia maka banyak investor yang mungkin saja menarik investasi mereka dari aset-aset di Indonesia, dan hal tersebut akan berdampak pada sektor riil, pengangguran, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Wajar bilamana kasus ini harus ditangani dengan hati-hati oleh KPK. Kekuatan besar dibalik kasus ini baik secara politik maupun kekuasaan. Hal ini bukanlah cerita baru. Seperti ungkapan Machiavelli bahwa moral dan hukum tunduk pada kemauan politik. Pengucuran dana FPJP dan PMS ke Bank Century adalah termasuk keuangan negara. Patut diduga terjadi penyimpangan dalam proses pengambilan kebijakan oleh otoritas moneter dan fiskal yang diikuti banyak penyalahgunaan, mulai dari akuisisi-merger, pemberian FPJP, PMS, hingga tahap aliran dana. Diduga terjadi penyimpangan proses pengambilan kebijakan oleh otoritas moneter dan fiskal dengan mengikutsertakan pemilik saham dan manajemen Bank Century sehingga merugikan negara. Kasus Bank Century merupakan perbuatan melanggar hukum yang berlanjut atau penyalahgunaan wewenang oleh pejabat otoritas moneter dan fiskal sehingga dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi karena diduga merugikan negara. Berkenaan dengan dugaan mengalirnya dana PMS ke sebuah parpol atau suatu pasangan capres-cawapres tertentu, pansus belum dapat menuntaskannya karena keterbatasan waktu dan wewenang.
Merekomendasikan seluruh penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang berindikasi perbuatan melawan hukum yang merupakan tindak pidana korupsi, tindak pidana perbankan dan tindak pidana umum berikut pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab agar diserahkan kepada Lembaga Penegak Hukum, yaitu Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan kewenangannya. Meminta kepada DPR bersama dengan pemerintah untuk segera membentuk dan merevisi berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan sektor moneter dan fiskal. Melakukan pemulihan asset yang telah diambil secara tidak sah oleh pelaku tindak pidana yang merugikan keuangnan bank/negara. Meminta kepada DPR agar membentuk Tim Pengawas bertugas untuk mengawasi pelaksanaan rekomendasi dan proses penelusuran aliran dana serta pemulihan asset dengan kewenangan sesuai dengan peraturan selambat-lambatnya pada masa persidangan berikut. Masyarakat sudah terlalu bingung, masyarakat butuh informasi dan kebenaran atas kasus ini. Agar semuanya dapat selesai sesuai dengan kebenarannya, seharusnya Pansus lebih terbuka dan jujur dalam mengungkapkan masalah ini. Sekarang ini sudah jarang orang yang bekerja menggunakan kejujuran. Mereka lebih mementingkan harta kekayaan dan tahta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar